Oleh: Ki Juru Suling
17 Februari 2012, pukul 17.30
wib, akhirnya dengan modal celana hitam, baju hitam untuk Ngaben dan
Destar hitam sahaya ikut dalam rombongan peserta pelatihan ini. Bersama
sahaya juga turut membantu sedulur Mas Nazuddin dan Mbah Sarip. Bus
akhirnya meluncur meninggalkan Balai Diklat Sidoarjo setelah beberapa
penjelasan dari Wong Alus dan jeprat-jepret para peserta dengan spanduk.
Kursi penumpang yang 54 orang itu dikepras separoh, membuat bagian
belakang bus lebih longgar dan lega. Bagian itu digelari tikar untuk
istirahat dan diskusi. Waktu berangkat dibagian belakang duduk bersila
Ki Wong Alus, Mas Tajudin, Mbah Sarip dan sahaya sendiri. Tak lama
kemudian sedulur Ariyanto dari Bekasi bergabung dengan kami. Percakapan
tambah gayeng. Hanya sayang tidak ada singkong rebus dan kopi tubruk.
Adzan Maghrib terdengar dan bus
kami masih bergeleng-geleng di jalanan Mojokerto. Arloji menunjukkan
18.30 ketika bus berhenti disebuah mini market untuk peserta belanja.
Akhirnya bus memasuki gerbang
menuju situs Trowulan untuk menuju Candi Tikus. Sayangnya kami tidak
bisa menjemput sedulur Henry dari Magelang yang dari sore sudah berada
di Pendopo Agung. Akhirnya sedulur itu menyusul kami dengan ojek. Mohon
maaf sedulur Henry.
Menyerap Energi Purba Batu Candi Tikus
Candi Tikus dalam selimut kelam.
Bias lampu jalan yang merkuri itu belum mampu membuat rongga-rongga
menembus aura misterius Candi Tikus. Situs ini adalah sebuah kolam
pemandian dalam komplek kraton Majapahit yang baru diketemukan tahun
1914 kala Mojokerto diserang wabah pes. Tikus-tikus itu bersarang
disebuah gundukan tanah, dan ketika dibongkar menyembulkan bata yang
tertata sebagai candi.
Pukul 18.45 para peserta memasuki
area candi yang kedalamanya kurang lebih 2 meter dari permukaan tanah.
Sunyi saja perjalanan ini, hanya bisik satu dua peserta yang terdengar.
Karena ini adalah perjalanan spiritual purba bukan bertujuan untuk
melancong. Beberapa peserta membawa senter, panitia sendiri menggunakan 5
batang lilin yang ditaruh dalam 5 biji kendil (baskom kecil
dari tanah liat). Kendil-kendil itu juga yang menerangi peserta yang
melakukan meditasi menyerap energi batu candi ditingkahi denting
kuningan dan suling yang sayup-sayup. Selanjutnya ditempat yang sama
(kolam kecil dengan makara Mahameru) peserta melakukan meditasi gerak
Amertha yang bertujuan mengeksplorasi gerak sejati manusia.
Acara di Candi Tikus selesai. Beberapa peserta mengambil momentum dengan saling foto.
Pendopo Agung Trowulan
Bus meluncur menuju Pendopo
Agung Trowulan yang dulunya adalah kraton Majapahit. Dihalaman pendopo
Beberapa anak muda setempat yang sedang kongkow sambil menggeber
motornya. Mereka sedikit terkejut melihat kami yang turun dari bus. Dan
anak-anak itu bubar.
Pukul 19.45, Pendopo Agung
Trowulan tampak temaram. Berhelai-helai kabut mengerubuti
lampu-lampunya. Pintu gerbang berbentuk Candi Bentar menyambut kami dan
dibaliknya tertancap sebuah payung emas susun tiga yang menaungi sosok
tinggi besar hitam membawa gada diatas batu. Sosok itu hanya kelihatan
siluetnya. Sedulur Bumi Awang-awung dari Bojonegoro tiba-tiba berseru
“Sosok ini..sosok ini yang tadi saya lihat di Candi Tikus, beliau siapa,
mas?” sambil memandang sosok tersebut. Setelah diberitahu bahwa itu
adalah patung Raden Wijaya Pendiri Majapahit, sedulur dari Bojonegoro
itu mangut-mangut tanpa melepas pandang dari patung tersebut.
Para peserta melakukan sholat
yang dilanjutkan makan malam digelaran tikar dalam Pendopo Agung
Trowulan. Panitia menyiapkan peralatan untuk acara materi dan prolog.
Setelah persiapan itu selesai sahaya dan Mbah Sarip berjalan ke belakang
Pendopo Agung Trowulan, dimana terdapat Batu Gajah (Tiang pengikat
kekang gajah), makam penduduk sekitar dan petilasan tempat Raden Wijaya
bertapa serta pengucapan Sumpah Amukti Palapa oleh Mahapatih Gajahmada.
Kami kembali ke Pendopo Agung setelah melihat kondisi sekitar dan Mbah
Sarip melakukan meditasi singkat di petilasan tersebut.
Acara telah dimulai, aroma dupa
membumbung berayun-ayun, sahaya mendapat kehormatan memberikan prolog
tentang hubungan pelatihan dengan situs-situs kerajaan tua serta
beberapa fragmen singkat sejarah Majapahit. Materi inti dimulai. Ki Wong
Alus menjabarkan tentang pengertian energi, pemusatan energi,
pembangkitan energi sampai dengan hubungan energi dengan cipta, rasa dan
karsa. Acara diakhiri dengan dengan meditasi gerak Amertha diiringi
suara Sujiwo Tejo dan Kidung Rumekso Ing Wengi. Selanjutnya Ki Wong Alus
berbicara tentang hakekat doa, jenis doa, dan bagaimana sikap agar doa
diterima. Dalam sesi ini peserta menuliskan harapan-harapannya
masing-masing yang dibacakan dan dibahas oleh Ki Wong Alus diakhir
acara. Malam menunjukkan pukul 23.15 wib.
Aura Magis Di Petilasan Raden Wijaya dan Gajah Mada
Acara di Pendopo Agung Trowulan
usai. Peserta berjalan ke belakang menuju petilasan. Setelah melewati
gerbang belakang pendopo kami disergap suasana yang sunyi. Udara malam
sangat mengigit. Jalan paving itu hanya diterangi sebuah lampu neon
berjarak 50 langkah. Untuk sampai dipetilasan itu kami melalui Batu
Gajah yang berdekatan dengan gerbang makam penduduk sekitar. Ya,
petilasan itu terletak di tengah makam umum. Terkepung oleh puluhan batu
nisan yang menyembul diantara remang-remang lampu. Jarak petilasan
dengan gerbang makam hanya 30 langkah. Aura magis langsung menyeruak.
Petilasan itu sendiri berupa
bangunan utama yang pintunya terkunci, pendopo kecil , pintu gerbang
dan taman kecil. Aroma dupa yang dibakar pengunjung sebelum kami masih
mengambang di udara. Beberapa peserta mengheningkan cipta dengan sikap
berdiri mengapurancang. Sedulur dari Kediri, Ibu Dessy
melakukan meditasi diam bersila di depan pintu petilasan. Ki Wong Alus
berdiri agak jauh disebelahnya.
Suara binatang malam bersahutan.
Sesekali angin semilir mengusap-usap. Jam menunjukkan 23.40 wib, peserta
mulai meninggalkan petilasan menuju bus ke. Tambak Segaran.
Kabut Berpusar Di Tambak Segaran
Kami tiba di Tambak Segaran,
sebuah situs tua berbentuk kolam bujur sangkar dengan batu bata kuno
yang berfungsi sebagai lantai sekaligus plengsengan (dinding
penguat). Pada jam segini terlihat belasan pemancing di areal kolam.
Bandul fosfor mereka memantulkan cahaya di air. Dari beberapa ponsel
mereka terdengar musik house remix. Sama dengan anak-anak muda di
Pendopo Agung, mereka juga terkejut melihat rombongan kami, gerombolan
anak-anak tua yang membawa kendil dan dupa.
Acara pun dimulai. Kendil
dikumpulkan disatu tempat bersama dengan bunga dan dupa. Peserta
tenggelam dalam meditasi setelah Wong Alus mendentingkan kuningan.
Mereka bersila menghadap kolam. Tidak ada musik. Sesekali angin menderu
di telinga. Satu dua kecipak ikan dalam air. Bayangan lampu jalan
terpantul dari air kolam. Dan peserta makin terhisap dalam sunyi.
Beberapa saat satu-persatu peserta melempar segengam bunga pada kolam.
Wong Alus melengkingan suara kuningan, tanda bagi peserta untuk
mengakhiri meditasi.
Semua peserta membuka mata. Semua mata menyaksikan sebuah garis hitam diair yang melingkar +
5 meter didepan peserta. Kabut diatas kolam juga membentuk pusaran
serupa. Fenomena itu kami nikmati beberapa lama hingga Wong Alus
mengajak rombongan untuk menziarahi makam Putri Campa dan Prabu
Brawijaya V yang letaknya tak jauh dari makam. Namun fenomena itu
membuat sedulur Bumi Awang-awung enggan bangkit dari meditasi sampai
Wong Alus membangunkannya.
Kelebat Bayangan Di Makam Putri Campa
Kami memasuki gapura yang
mengandung arsitektur China. Dibaliknya terdapat meja penjaga dengan
buku tamu diatasnya. Namun waktu kami tidak ada penjaga duduk disana.
Dibelakang meja terdapat bangunan musollah yang juga berfungsi sebagai
pesanggrahan, tampak beberapa peziarah menginap disana. Disebelah
bangunan itu terdapat toilet untuk umum. Kedua bangunan tersebut
dinaungi pohon beringin besar.
Untuk
sampai ke makam kami memasuki sebuah lorong sempit berlantai paving dan
memasuki gerbang kedua. Dibalik gerbang ini terdapat sebuah kumpulan
makam tua dengan beberapa nisan ditutupi kain mori. Memasuki gerbang
ketiga baru kami sampai pada makam Putri Campa dan Prabu Brawijaya V
yang bernaung dibawah joglo. Makam kedua tokoh itu berjejer dan nisannya
tertutup kain putih. Diareal itu tampak seorang peziarah laki-laki.
Kami duduk bersimpuh mengelilingi
makam yang penuh tumpukan bunga itu. Aroma bunga membumbung diudara.
Beberapa peserta meditasi sambil menyentuh dinding makam. Sebagian
peserta berdoa, sebagian lagi menekur mengheningkan cipta. Sementara Ki
Wong Alus meditasi berdiri mengapurancang di ujung makam.
Arloji menunjuk angka 00.45.
cahaya remang-remang makam dan suara binatang malam melebur menjadi
teaterikal sunyi. Tidak ada suara dari peserta. Suasana makin terhisap
dalam keheningan. Total. Juga ketika satu persatu peserta meninggalkan
makam. Tidak ada suara selain langkah kaki yang melangkah hati-hati.
Beberapa sedulur menundukkan
kepala berpamitan pada penghuni makam dan menyusul teman-teman yang
lain. Tinggallah sahaya dengan sedulur kita Pak Tansya. Ah..rupanya
sedulur kita ini minta diabadikan momen ini. Sedulur ini bersimpuh di
sisi makam dan sahaya potret dengan handycamnya. Namun karena suasana
yang kurang cahaya akibatnya sesi pemotretan itu kami ulangi beberapa
kali.
Kami berdua keluar makam dan
mendapati Ki Wong Alus berdiri Mendampingi beberapa orang bermeditasi
dan menyentuh sebuah makam. Dan pak Tansya berlari kecil kearah mereka,
kembali memimnta momen itu diabadikan. Yaa..ya..ya..sedulur dari Buton
ini sangat bersemangat dalam segala hal. Bahkan menurut saya hanya
sedikit peristiwa dalam hidup yang mampu membuat beliau sedih. Semoga
tuhan selalu memberkatinya sedulur yang selalu ceria itu.
Kami keluar melalui gerbang
kedua, menyusuri lorong dan menjumpai Andri Kurniawan (pemilik travel
yang kami gunakan) bercengkrama dengan juru kunci makam ini, seorang ibu
separoh baya yang terkantuk-kantuk. Satu dua orang peserta menuju
toilet. Ki Wong Alus berdiri berbicara dengan sedulur dari Kebumen
dibawah pohon beringin tua. Bumi Awang-Awung berkali-kali menoleh,
merasa melihat kelebat bayangan yang berlari diantara pohon dan
sela-sela nisan. Pak Jaffar, Sedulur dari Lampung berkata bahwa tubuhnya
merasa berat,” seperti ada mahluk yang mau ikut” katanya. Dan
masalah ini diselesaikan oleh Ki Wong Alus. Bumi Majapahit, 18 Pebruari
2012, pukul 01.15 dini hari. (BERSAMBUNG).
@@@
Batu mustika muqorrobun
Batu mustika muqorrobun ini memiliki power sebagai sarana untuk :
mustika pengasihan, mustika kewibawaan, mustika kerejekian, mustika pagar diri dan ghaib, mustika pemagaran , dan mustika kharomah jati serta kharomah diri- Benteng diri / perisai diri dari serangan ilmu hitam / makluk ghaib kiriman orang yg hendak berniat jahat
- Pemagaran Puncak / tingkat tinggi
- Penglarisan Tempat usaha, bisa toko, daya tarik ,wibawa dll
- Mengembalikan serangan ilmu hitam kepada sang pengirim dan yg menyuruh mengirim
- Membuka Simpul Aura Kewibawaan terutamanya pengasihan
- Pagar Diri ditempat angker / yg seram
- POwer Aji Pukulan BRAJAMUSTI
- Disegani dan dihormati
- Kepekaan tentang hal ghaib
- DLL
MAHAR 1,850,000
Untuk pemaharan hub/sms 081362959537 ( bpk Hendro Susilo )
( mahar disini hanyalah sebagai penebus wujud fisiknya saja, karena yang namanya energi, kodam, benda berkekuatan tidak terbataskan nilainya dan tidak selayaknya kita perjual belikan karena semua ada dan tercipta karena anugrah sang pencipta ALLAH SWT)
Batu mustika muqorrobun ini memiliki power sebagai sarana untuk :
mustika pengasihan, mustika kewibawaan, mustika kerejekian, mustika pagar diri dan ghaib, mustika pemagaran , dan mustika kharomah jati serta kharomah diri- Benteng diri / perisai diri dari serangan ilmu hitam / makluk ghaib kiriman orang yg hendak berniat jahat
- Pemagaran Puncak / tingkat tinggi
- Penglarisan Tempat usaha, bisa toko, daya tarik ,wibawa dll
- Mengembalikan serangan ilmu hitam kepada sang pengirim dan yg menyuruh mengirim
- Membuka Simpul Aura Kewibawaan terutamanya pengasihan
- Pagar Diri ditempat angker / yg seram
- POwer Aji Pukulan BRAJAMUSTI
- Disegani dan dihormati
- Kepekaan tentang hal ghaib
- DLL
MAHAR 1,850,000
Untuk pemaharan hub/sms 081362959537 ( bpk Hendro Susilo )
( mahar disini hanyalah sebagai penebus wujud fisiknya saja, karena yang namanya energi, kodam, benda berkekuatan tidak terbataskan nilainya dan tidak selayaknya kita perjual belikan karena semua ada dan tercipta karena anugrah sang pencipta ALLAH SWT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar